DI Pedesaan Ini, ABG Muda Pasang Tarif Rp 300 Ribu Short Time


Batas. Nama itu cukup populer untuk sebagian orang yang sering melintas dan rehat di bilangan Jalan Poros Konawe-Kolaka. Tempatnya berada di Desa Uluonembuter, batas antara Kabupaten Konawe dengan Kabupaten Kolaka Timur (Koltim). Orang-orang yang pernah "bertamu" ke tempat itu lebih familiar menyebutnya dengan sebutan "Batas".

Kemasannya cukup unik. Sebuah bangunan rumah didesain menjadi tempat hiburan. Layaknya THM di kota-kota besar. Malah, lokasi tersebut lebih terlihat seronok dengan kerlap-kerlip lampu hias di sekeliling bangunan. Bagian dalamnya pun, desain lightingnya menyerupai diskotik papan atas.
Namun, pada siang hari, tempat ini terkadang berubah strategi modus operandinya. Tempat hiburan itu didesain menjadi sebuah Warung Kopi dan penginapan. Saat menikmati secangkir kopi, tawaran-tawaran untuk pelayanan plus diberikan. Soal harga, tergantung komunikasi antara Pekerja Seks Komersial (PSK)-nya dengan pria si hidung belang.

Bisnis esek-esek itu pertama kali dipelopori oleh tempat hiburan bernama Sepia. Dengan usaha penjualan alkohol, Sepia juga memberikan fasilitas bernyanyi di "Batas". Tentu, tempat ini juga menyiapkan gadis-gadisnya yang bisa memberikan pelayanan plus.
Di antara kerlap-kerlip lampu dan musik dangdut, sejumlah perempuan berbusana seksi duduk seraya memamerkan kemolekan tubuhnya. Lokasi prostitusi itu ada yang disebut Sepia I, Sepia II dan III. Ada pula penginapan 55 dan warung kopi. Bahkan ada pula yang tanpa diberi brand atau nama. Banyak sopir-sopir truk yang singgah beristirahat di sana. Menikmati secangkir kopi sebelum melanjutkan perjalanan. 

Pemandangan di "Batas" berubah drastis pada malam hari. Sepanjang jalan Kecamatan Onembute, rumah-rumah yang menyediakan pelayanan khusus dihiasi dengan lampu kerlap-kerlip. Memiliki papan reklame bertuliskan salah satu brand minuman beralkohol. Sesekali PSK keluar berdiri di depan rumah bordil guna memancing pelanggan. 

Mereka menawarkan kemolekan tubuhnya kepada pria dengan tarif yang bervariasi. Kecantikan mereka seperti "pelet" pemikat lawan jenis. Short time dipasarkan dengan harga Rp 300 ribu.
Di Sepia I, tempat hiburan malam yang juga menyediakan pelayanan khusus. Sabtu siang (26/3), seorang wanita seksi keluar dari sebuah rumah berjalan menuju warung. Rambutnya pirang, memakai hot pant plus baju kaos. "Cari apa mas? Mau minum atau bernyanyi atau yang lain?," tanya wanita itu kepada pengunjung.

Kalau siang, pelayannya lebih banyak memilih istirahat. Jelang malam, mereka baru kembali bekerja. "Pelayan sudah pada pulang. Mau minum atau bernyanyi?," ujar pemilik warung kopi yang menyebut dirinya pemilik Sepia I.
Wanita itu bercerita, usahanya hanya menjual alkohol dan fasilitas bernyanyi. Kalau hubungan tamu dengan pelayan, bukan urusannya. Sebab izin yang diberikan dari pemerintah hanya untuk usaha penjualan alkohol plus fasilitas bernyani. Tapi bila mau masuk ke kamar, tergantung komunikasi dengan anak-anak (pelacur, red). 

"Biasanya pelanggan yang datang membayar Rp 300 ribu untuk jasa short time. Ada pula yang bisa sampai semalam tapi tarifnya tergantung komunikasi dengan ceweknya. Kami hanya jual minuman," kata seorang wanita yang tidak mau menyebutkan namanya. 

Usaha yang ia lakoni itu dirintis sejak tahun 2001. Kala itu, hanya seorang diri yang mempunyai usaha rumah bernyanyi plus minuman beralkohol. "Dulu hanya saya. Nah, sekarang yang di sebelah itu, baru saja mereka buka. Bahkan, di antara mereka ada yang bekas pelayanku," ungkapnya didampingi seorang pelayan. 

"Mau masuk kamar mas? Atau mau nyanyi sambil minum (alkohol) dulu?," rayu pelayan Sepia kepada pengunjung. Busana seksi selalu memancing naluri seorang pria. "Saya mandi dulu mas. Soalnya saya gerah," ujar dia sembari melangkah. 
Mereka cenderung memakai hot pant. Langkahnya selalu direkayas sehingga tercipta lenggokan pinggul untuk menarik perhatian. Lokasi prostitusi dengan modus warung kopi dan penginapan dijumpai di Warkop dan Penginapan 55. Tempat ini juga menjual alkohol plus fasilitas bernyanyi. 
Letaknya tidak begitu jauh dari Sepia. Hanya sekitar 200 meter. Pemandangan di Warung Kopi dan Penginapan 55 tampak sepi. Terlihat seorang gadis cantik sedang duduk di kursi sambil sibuk mengutak-atik handphone. 
Dia tak menyapa tamu yang datang, hanya duduk terdiam menatap layar smartphone yang digenggamnya.  "Mbak, kami mau pesan minim (minuman beralkohol). Mana pelayan di sini?," tanya dua orang tamu. Mendengar pertanyaan dua lelaki tersebut, wanita itu spontan menjawab dirinya adalah pelayan.

Tak lama kemudian, pelayan tersebut berdiri dari tempat duduknya guna mengambil pesanan tamu tersebut. Membawa dua botol alkohol dengan sebuah gelas, sembari mengajak cerita pengunjung.
"Mau minum di mana mas? Di sini saja sambil bernyanyi atau ke dalam kamar?," rayu pelayan tersebut dengan nada sendu sembari mengaku dirinya bernama Niki. 

Seorang pelayan muncul lagi. Wanita itu berinsial AY. Ia bercerita bila dirinya mulai bekerja di Penginapan 55 sejak dua bulan lalu. Awalnya, ia diajak seorang teman yang lebih dulu melakoni pekerjaan tersebut. Ia mendapatkan tawaran pekerjaan, tapi AY tak menyangka akan terjun ke dunia "hitam". 

"Saya pernah bekerja seperti ini di luar Sultra, tapi hanya sebulan. Rencananya pensiun, tapi ya kembali lagi," ujar wanita yang mengklaim usianya 22 tahun. 
Dalam sehari, ia biasa melayani beberapa orang tamu. Namun AY juga mengaku pilih-pilih pelanggan.
"Biasanya hanya temani minum dan bernyanyi saja. Kalau diajak ke kamar, biasanya saya tidak mau juga. Kalau saya tidak mau, maka teman saya yang akan menggantikan peranku," katanya. Mereka bekerja nonstop 24 jam.

Sorang pelanggan berinisal, JM juga bercerita tentang pengalamannya menikmati pelayanan di "Batas". Kata dia, tahun 2015 lalu ia sering menyambangi lokasi tersebut. Menikmati sebotol miras ditemani pelayan cantik. Bahkan tak jarang obrolan asik bersama pelayan berakhir di dalam kamar khusus.
 "Saya pesan minuman dan ditemani pelayannya. Kita bisa pilih sendiri. Mereka kan banyak, jadi pilihan bisa sesuai selera," akunya. 
 

Blog Archive