Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Agus Rianto angkat bicara soal ledakan granat di Universitas Haluoleo, Kendari. Menurut dia, biasanya Brimob menggunakan alat peraga simulasi untuk memperkenalkan bahan peledak.
Namun, dua instruktur dari Polda Sulawesi Tenggara menggunakan alat peraga yang aktif dan tidak aktit saat memberikan sosialisasi kepada petugas keamanan kampus.
"Teman-teman Brimob di Sultra memberikan contoh untuk pembeda, antara barang asli dan tiruan. Inilah yang jadi bahan pertimbangan dari teman-teman di sana untuk menampilkan granat asli," ujar Agus di kantornya, Rabu (30/3/2016).
Agus memastikan bahwa dua instruktur yang menjadi korban dalam ledakan itu merupakan tenaga profesional. Mereka terlatih dalam hal penjinakan bahan peledak. Sehingga yang terjadi kemarin, sebut Agus, merupakan kecelakaan.
"Yang jadi pertanyaan kan kenapa profesional lalu meledak? Itu kecelakaan, siapa sih yang ingin musibah. Tidak ada," kata Agus.
Saat ini, Divisi Profesi dan Pengamanan Polri serta Brimob masih melakukan pendalaman atas ledakan tersebut.
Ledakan terjadi saat dua instruktur tengah memperkenalkan bahan peledak kepada petugas keamanan di Universitas Haluoleo. Agus mengatakan, pengenalan bahan peledak dilakukan supaya petugas keamanan mengetahui langkah-langkah yang perlu dilakukan.
"Jadi kalau ketemu barang seperti itu, tidak perlu panik. Bagaimana tindakan jika ditemukan benda mencurigakan yang diduga bahan peledak," kata Agus.
Sebanyak empat orang tewas akibat ledakan granat di gedung workshop Universitas Haluoleo Kendari, Sulawesi Tenggara.
Satu di antaranya merupakan anggota brimob Polda Sultra yang menjadi instruktur pelatihan petugas keamanan.
Para korban meninggal dunia yaitu tiga satpam bernama Kaharudin, Jufriady, dan Supriyadi. Sementara anggota Brimob Polda Sultra yang meninggal bernama Brigadir Khaidir.
Kejadian ini juga mengakibatkan delapan orang lainnya luka-luka. Salah satu di antaranya anggota Brimob Polda Sultra yang juga merupakan instruktur.