Industri perfilman Indonesia sudah dimulai sejak masih di bawah jajahan Belanda. Salah satu bukti adalah berdirinya bioskop pertama di tanah air pada tahun 1900. Bernama Gambar Idoep, bioskop yang terletak di kawasan Tanah Abang, Batavia itu menayangkan berbagai film bisu produksi luar negeri.
Baru di tahun 1926, ada film bisu yang dibuat pertama kali di Indonesia berjudul Loetong Kasaroeng. Film itu disutradarai oleh sineas Belanda, G. Kruger dan L. Heuveldorp. Menurut situs Wikipedia.org, film ini ditayangkan perdana di dua bioskop terkenal Bandung, yakni Metropole dan Majestic pada 31 Desember 1926 sampai 6 Januari 1927.
Namun, film yang benar-benar diproduksi oleh anak bangsa setelah era perang kemerdekaan adalah film Darah dan Doa yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan judul The Long March of Siliwangi. Film karya Usmar Ismail itu diproduksi pada tahun 1950.
Film ini merupakan produksi pertama Perusahaan Film Nasional Indonesia (Perfini). Tak heran jika kemudian tanggal syuting pertama film tersebut, yakni 30 Maret dirayakan sebagai Hari Film Nasional berdasarkan Keppres nomor 25/1999.
Film ini berasal dari skenario penyair Sitor Situmorang yang menceritakan seorang pejuang revolusi Indonesia yang jatuh cinta pada gadis Jerman yang bertemu dengannya di tempat pengungsian.
Hingga kini setiap tahun banyak perayaan yang dilakukan untuk mengenang perjuangan Usmar Ismail di dunia perfilman nasional. Terbaru, pada 2 April mendatang akan diadakan malam puncak Usmar Ismail Awards.
Usmar sendiri lahir pada tanggal 20 Maret 1921 di Bukittinggi, Sumatera Barat. Sebelum berkecimpung di dunia perfilman, beliau merupakan seorang penyair dan dramawan. Pada tahun 1945, setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, beliau menjadi Pemimpin Redaksi Harian Rakjat. (jpnn/pda)